Ahmadiyah dalam Buddhisme



1298087443304526845
Ribut ribut mengenai Ahmadiyah belakangan ini dengan kontroversi sebagai bagian Islam atau diluar Islam, sebenarnya juga terjadi di agama lain.  Misalnya saja pada agama Buddha di Indonesia.
Sebuah aliran yang dikenal dengan nama Maitreya menimbulkan polemik dalam Hal ini.  Maitreya adalah nama dari Buddha yang akan datang yang disebutkan sendiri oleh Sidharta Gautama di kitab kitab Buddhis (Tri Pitaka). Berikut penjelasan dari Bhikku Utomo mengenai aliran ini:
Bhikkhu Utamo:
Dalam Tipitaka (Pali) telah disebutkan bahwa pada planet bumi yang kita tinggali ini sejak terbentuk sampai dengan kiamat nanti akan terdapat lima orang Buddha. Telah ada empat Buddha yang terlahirkan. Buddha Gotama adalah Buddha yang keempat. Setelah Ajaran Buddha Gotama nanti musnah dan dilupakan orang, tidak ada lagi vihara maupun Dhamma, maka barulah pada saat itu muncul Buddha Metteya atau Buddha Maitreya. Setelah Buddha Maitreya mengajar Dhamma yaitu Empat Kesunyataan Mulia untuk waktu yang cukup lama, banyak orang akan mencapai kesucian. Kemudian, pada saat itu barulah bumi ini mengalami kiamat. Kiamat atau kehancuran bumi ini akan menjadi awal terbentuknya kembali bumi ini dalam waktu yang sangat lama.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan manfaat.
Salam metta,
B. Uttamo
Dalam jawaban yang saya garis bawahi tadi, berisikan salah satu syarat kelahiran seorang Buddha yang membabarkan Dhamma bagi manusia dan para dewa. Disitu ditekankan, seorang Buddha yang mengajar hanya akan dilahirkan bila tidak ada lagi Vihara (rumah ibadah agama Buddha, tempat tinggal Bhikku/Bhikkuni - anggota Sangha)  maupun Dhamma (ajaran Buddha).
Dengan mengasumsikan ke sana.  Menurut ajaran Buddha tidak mungkin seorang Buddha yang membabarkan Dhamma lahir pada masa ini.  Karena agama Buddha masih berkembang dengan pesat di seluruh dunia.  Bahkan di belahan bumi Barat agama ini semakin dikenal.  Salah satu survey di Swiss menunjukkan bahwa kalangan muda di sana lebih dari 80% menyatakan akan memilih agama Buddha kelak ketika mereka dewasa.
Kemudian pada satu kenyataan, agama Buddha sepertinya lebih dari sekumpulan olahraga pikiran dengan filsafat yang bersifat bebas dan tidak terikat.  Misalnya saya beragama Buddha, kalau saya ingin melakukan ibadah di Gereja dengan memanjatkan puji pujian pada Tuhan, ini juga tidak menjadi masalah di ajaran Buddha, sepanjang umat umat di Gereja tersebut tidak keberatan.
Namun seiring perkembangan jaman.  Ada yang di China dan Taiwan disebut Ikuanisme.
Ikuanisme, I Kuan Tao atau Yi Guan Dao (一貫道) adalah aliran bukan agama yang bermula dari Republik Rakyat Cina awal abad ke-20. “I Kuan” berarti persatuan atau kesatuan, sementara Tao berarti jalan, kebenaran atau juga ke-Tuhan-an. Di Indonesia sering diterjemahkan sebagai Jalan Ke-Tuhan-an. Ajaran Ikuanisme menekankan ajaran moral berasal dari Tiongkok, menggabungkan aliran Konfusianisme, Taoisme and Buddha. Ikuanisme bukan aliran atau kepercayaan Taoisme.
I Kuan Tao di Indonesia dikenal sebagai agama Buddha Maitreya. I Kuan Tao berkembang di Indonesia berasal dari Taiwan sekitar tahun 1950-an. Di Taiwan, I Kuan Tao berdiri sendiri sebagai sebuah agama baru dan tidak mendompleng agama Buddha.
Kondisi perasaan umat Buddha di Indonesia sendiri mungkin mirip dengan perasaan umat Muslim di sini terhadap Ahmadiyah.  Umat Islam mengakui Nabi Muhammad sebagai yang mengajarkan Islam (Nabi Terakhir) sementara umat Buddha juga merasa bahwa Dharma yang dijadikan pedoman hidup adalah Dharma yang dibabarkan Sidharta Gautama atau Buddha Gautama, bukan Buddha Maitreya yang sama sekali tidak mungkin lahir, mengingat penganut ajaran Buddha tidak berkurang, malah semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia.
Aliran Buddha Maitreya berkembang sebagai agama unik Indonesia. Aliran ini mengadopsi istilah-istilah Indonesia dan Sansekerta Buddha. Disebabkan juga oleh tekanan pemerintah ORBA yang melarang penggunaan bahasa Mandarin, liturgi dan upacara keagamaan juga menggunakan Bahasa Indonesia. Larangan juga untuk menggunakan patung-patung non-buddhis (seperti Kuan Kong). Dalam era reformasi sekarang, vihara Maitreya kembali lebih bebas menggunakan bahasa Mandarin. Vihara Maitreya di Indonesia juga unik, berciri khas tercantum kalimat “Tuhan Maha Esa” dan mengikuti perayaan Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Siddharta Buddha. Walaupun dalam perayaan-perayaan ini, aliran Maitreya mempunyai cara sendiri yang mana tidak berhubungan dengan perayaan yang sebenarnya. Ciri-ciri ini jarang ditemukan di vihara Maitreya di Taiwan, karena I Kuan Tao mengajarkan bahwa agama Buddha telah ketinggalan zaman, dan sekarang adalah zaman Buddha Maitreya.
Jadi sebenarnya, aliran Maitreya yang ada di Indonesia ini adalah sebuah aliran yang justru mengajarkan agama Buddha sudah kadaluarsa alias apkir. Oleh karenanya mereka meyakini bahwa ajaran yang mereka jalankan sekarang adalah ajaran Buddha Maitreya yang ironisnya bukan tokoh sejarah.  Karena tidak seorangpun yang bisa membuktikan, atau paling tidak menunjukkan dimana Buddha Maitreya ini dilahirkan, kapan mengajarkan Dhamma, apa kitabnya dan apa intisari ajarannya.
Secara keseluruhan ajaran yang mengaku sebagai ajaran Maitreya ini justru mengutip hal hal yang dianggap sesuai dengan misi mereka merebut umat sebanyak banyaknya (satu hal yang bertentangan lagi dengan ajaran Buddha yang menolak misionaris) dengan mengutip sebanyak mungkin kebaikan dari agama agama lain. Misalnya, jangan kaget kalau dalam sebuah kesempatan temu ramah aliran ini Nabi Muhammad atau Jesus Kristus disebut sebut.
Pengalaman saya dalam sebuah perayaan yang sangat mitos di aliran ini, saat mereka merayakan hari kelahiran entah siapa dan entah apa.  Pokoknya sebuah perayaan.  Saya terbengong bengong mendengar penjelasan rekan penganut agama ini yang mengklaim bahwa arwah Jesus Kristus dan arwah Nabi nabi lain ‘datang’ untuk turut serta merayakan perayaan tersebut.
Hal ini saya pribadi memandangnya sepert api dalam sekam.  Karena mereka mengklaim bahwa Buddha Maitreya juga adalah Buddha yang akan datang, Jesus Kristus yang akan lahir kembali dan juga merupakan Imam Mahdi yang akan membawa agama keTuhanan paling baru di dunia.
Mengapa ini bisa menjadi api dalam sekam.  Karena sejarah menunjukkan, bahwa etnis China di Indonesia adalah termasuk etnis yang selalu jadi Kambing Hitam.  Pemeluk aliran Maitreya ini kebanyakan adalah orang orang China, mungkin karena aliran ini berasal dari (sudah dilarang) China.  Umumnya mereka juga hanya berani menarik umat dari pemeluk Buddha tradisi atau pemeluk Khong Hu Cu dan Taoisme.  Karena di ajaran mereka juga kental unsur Khong Hu Cu dan Taoisme - nya.
Saya khawatir umat agama diluar Buddha yang mengetahui hal ini akan reaktif bila mengetahui ada sebuah proses sinkritisme semua agama yang sayangnya bersembunyi pada label/tameng Agama Buddha.
Hal ini bukan tidak disadari oleh pemuka pemuka Buddhis.  Majelis Buddhayana Indonesia dan Sangha Agung Indonesia sekarang terpisah dari Walubi, Perwalian Umat Buddha Indonesia.  Walubi sendiri adalah sebuah organisasi keumatan agama Buddha yang merupakan warisan Orde Baru, yang sayangnya dalam perjalanannya di era reformasi ini tidak bisa mewakili kepentingan umat Buddha itu sendiri.
Satu kondisi yang cukup menguntungkan.  Semua umat Buddha dimanapun berada menyatakan perlindungan pada Tri Ratna, Buddha, Dharma dan Sangha.   Buddha adalah Guru Agung, Dharma adalah ajaran Buddha dan Sangha satu satunya organisasi murid murid Sang Buddha.  Jadi mau ada sejuta Walubi pun, tidak bisa mengatur umat Buddha dalam hal melaksakan keyakinannya atas ajaran Buddha.
Itu mengapa sewaktu perwakilan umat beragama kemaren itu ikutan mengeluarkan 9 kebohongan pemerintah, yang mewakili umat Buddha adalah orang orang dari Walubi.  Perwakilan dari  Sangha Agung Indonesia atau Majelis Buddhayana Indonesia tidak ikut serta. Karena dalam ajaran Buddha bila ada umat Buddha yang ingin turut bermain dalam politik, maka dia harus terlebih dahulu melepaskan jubah ke-Bhikkuannya. Kalau mau berpolitik, jangan jadi rahib.  Umat Buddha tahu hal ini.  Makanya ya… cuek aja.
Ini kutipan tambahan dari wikipedia tentang aliran ini:
Di Indonesia, terlepas dari ajaran dan tujuan masing-masing aliran, pihak dari aliran Theravada, Mahayana, dan Tantrayana menolak I Kuan Tao sebagai bagian dari Agama Buddha. Namun sampai sekarang belum pernah terjadi konflik antar aliran ini dengan aliran Agama Buddha lainnya dikarenakan dasar-dasar dari ajaran agama Buddha itu sendiri yang tidak mengenal konfrontasi dan non-provocative.
Walaupun di Taiwan I Kuan Tao berdiri sendiri dan tidak memakai “label” “Buddha” tetapi di Indonesia “label” ini tetap dipakai walaupun menurut aliran Theravada, Mahayana, dan Tantrayana, ajaran-ajaran dan ritual-ritual dalam aliran ini tidak ada hubungannya dengan ajaran agama Buddha; Oleh karena itu, pemakaian “label” “Buddha” dalam aliran ini lebih untuk alasan politis dan bukan alasan agama karena dalam UUD negara Indonesia sekarang ini, hanya ada 6 agama resmi yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Tanpa “label” “Buddha” dalam nama aliran ini maka aliran ini akan dianggap sebagai suatu agama dan akan dianggap melawan hukum karena tidak termasuk dalam 6 agama resmi yang diakui pemerintah.
……………………
Sepertinya PR (Pekerjaan Rutin ) Mentri Agama memang bukan hanya melulu mengurusi hal hal yang sekarang. Melihat banyaknya konflik beragama di Indonesia, baik yang anarkis maupun yang belum anarkis, maupun yang berpotensi anrkis, atau yang tidak bakal anarkis, layak dipertanyakan, untuk apa sebenarnya ada jabatan Metri Agama?  Sekedar mengurus keberangkatan jemaah Haji dari Indonesia? Pengadilan Agama saja? Karena pada kenyataannya tugas utama menjaga kerukunan hidup antar umat beragama yang sangat beragam ini sedang menuju frase GAGAL TOTAL.
Saya segan menuliskan tentang aliran Saksi Jehova dimana saya pernah didatangi umat dari sekte yang mengaku Kristen ini dengan percakapan pembukaan.
“Selamat pagi” seorang ibu dan gadis remaja membawa brosur.
“Pagi bu…Ada keperluan apa yah” jawab saya sopan.
“Begini pak, sekarang banyak agama agama yang mengabarkan Tuhan palsu…..” cukup impresif.
“Maksud Ibu Tuhan saya Tuhan palsu….?” jawab saya spontan, karena sepertinya ini akan sangat panjang dan bertele-tele, lebih baik diselesaikan secepatnya, dengan tidak langsung mengungkapkan penolakan saya pada aksi misionaris, tak peduli dari agama atau sekte apapun.
“Bukan begitu pak….. bla… bla… bla….” dengan wajah agak pucat pasi.
Selanjutnya berkali kali terucap maaf dan maaf, meninggalkan brosur, sampai akhirnya ibu dan gadis remaja itu belalu dari tempat saya.
Saya tanya sekali lagi, apa tugas Mentri Agama sebenarnya? Apakah kebebasan beragama bisa diartikan seperti hal hal di atas? Keributan dan konflik agama adalah lahan subur di Indonesia, mengingat penduduknya sangat religius.  Religius dalam artian punya kepedulian tinggi dalam hal hal yang beruhubungan dengan agama. Soal menjalankan ajaran agama, tunggu dulu…. itu PR anda yang menjawab.

Traktor Lubis

Saya paling males ke resepsi nikah. Soalnya saya belum menikah. Asal ketemu Pak Muliyadi pasti pertanyaannya sama “Kapan nyusul?” . Suatu hari pak Muliyadi ketemu saya di sebuah acara pemakaman. Gantian saya tanya d ia, “pak kapan nyusul?” Saya kena marah. Kenapa orang orang maunya menang sendiri?


Jangan Lupa Jempolnya :


Berikan Tanggapan Anda .....

2 Respones to "Ahmadiyah dalam Buddhisme"

Anonymous said...

Sumbernya dicantumkan dong: www.traktor.co.cc


April 26, 2011 at 9:31 PM
Anonymous said...

melihat designnya, ini kaya brondolan terkapar ya?


April 26, 2011 at 9:34 PM

Post a Comment

 

Dibutuhkan Bulan ini :

Paling Dibutuhkan :

Dibutuhkan Minggu Ini

© 2011 Bangunlah negeriku PublisedSeo Template Blogger Converted Template by Hack Tutors.info