Inpres Gayus Taruhan Kredibilitas SBY



oleh : Graal Taliawo

Sudah seminggu Instruksi Presiden (inpres) menanggapi polemik kasus Gayus H. Tambunan dikeluarkan. Namun, nasibnya tak juga tentu. Sampai hari ini tak ada hasil tindak lanjut dari inpres yang terlihat. Hasilnya nihil. Kembali, kekecewaan pun siap di depan mata.

Padahal, dalam satu bagian (poin 7) inpres itu, Presiden memerintahkan agar ada tindak lanjut nyata dari inpres dalam waktu satu minggu mendatang. “….Hal ini termasuk mutasi dan pencopotan. Hal ini dapat dilakukan dalam waktu satu minggu ke depan”. Artinya, dalam seminggu sejak dikeluarkan (17/1), semestinya sudah ada hasil yang memadai hari ini (24/1). Publik semestinya sudah disuguhi bentuk nyata dari penerapan inpres itu.

Ternyata hari ini hasil inpres nihil. Kalau begitu, apakah salah jika kali ini publik kembali menilai apa yang diutarakan SBY melalui inpres adalah juga sesuatu yang jauh tindakan dari ucapan, alias SBY memang berbohong? Tak taulah. Namun yang pasti, hingga hari ini belum ada hasil memadai dari inpres itu. Janji (perintah) SBY bahwa harus ada hasil dalam seminggu tak kunjung datang. Justru, setelah seminggu berlalu, publik disuguhi curhatan murahan ala-kepala Negara. Soal kenaikan upah. Ini adalah suguhan “lawas” ala-SBY untuk mencari simpatik publik (membenahi citra), dengan menempatkan dirinya sebagai “korban”.

Sejalan dengan itu, Kompas dan Media Indonesia (MI) (24/1), menurunkan editorial dan tajuk rencana yang mengkritisi kondisi tersebut. Kompas misalkan, menuliskan, “Kritik terhadap substansi inpres itu mestinya dijawab dengan implementasi yang konsisten.” Keraguan publik terhadap ketegasan inpres mestinya dibuktikan oleh pemerintah dengan hasil yang memadai. Sayangnya, sampai sekarang beberapa nama pejabat Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Keuangan yang diduga terlibat dalam kasus Gayus masih saja menikmati udara bebas, mereka belum juga diseret ke pengadilan.

Ini adalah satu kasus yang turut mendorong tokoh agama kian lantang menyuarakan nada kekecewaan. Mereka dan publik kian kecewa, sebab komitmen pemerintah dalam pemberantasan mafia hukum terlihat hanya macan di atas kertas belaka. Pada implementasinya, inpres Gayus ternyata (telihat) melempem. Dan di tengah kekecewaan itu, curhatan SBY muncul, tambahlah kekecewaan publik. Ini adalah fakta yang jauh dari harapan. Publik berharap hasil penerapan Inpres Gayus (apa), yang didapat justru curahan Presiden. Tak “nyambung!”

MI menulis, “daripada menghabiskan waktu untuk curhat perihal gaji, lebih baik Presiden menindaklanjuti daftar kebohongan yang diserukan tokoh agama.” Selain, akan lebih bijak jika Presiden SBY mengawal secara serius implementasi inpres yang menempatkan nama dan citranya sebagai taruhan itu. Jika tidak, dan kalau inpres itu gagal, maka kian rusaklah wibawa dan legitimasinya di mata publik.

Kalau inpres Gayus tak juga menghasilkan apa-apa, maka kian tepatlah suara lantang tokoh lintas agama itu. Kita patut bersyukur, sebab tokoh agama makin solid menyatakan suara kenabiannya. Mereka tak juga kendur pasca pertemuan dengan SBY. Kita juga patut mendukung agar nada suara mereka kian keras, kritis, dan termasuk tidak terganggu suara berbeda dari beberapa tokoh agama.

Bahkan, tak perlu juga mereka risau dengan suara riak dari orang-orang “penjilat” kekuasaan yang mencoba mengembosi gerakan moral ini. Adalah rahasia umum bahwa terlalu banyak tokoh agama, kaum cendekia, dan manusia di Indonesia yang kerap mencari aman dan mencari muka pada kekuasaan. Mereka adalah orang-orang buta nurani yang tak patut kita dengarkan. Maju terus tokoh agama untuk menyuarakan anti kebohongan dan anti mafia hukum. Dan kami pasti mendukung kalian!

Kalau sampai inpres Gayus sungguh-sungguh tak menghasilkan sesuatu, tepatlah dikata bahwa Presiden SBY adalah sosok yang sudah tak memadai lagi memimpin pemberantasan mafia hukum, bahkan memimpin negeri ini. Dan sudah sepantasnya SBY disarankan mengundurkan diri dari kursi kepresidenannya.

Kasihan SBY, sebab dengan jabatan tinggi, tetapi bawahan tak mendengarnya. Kehilangan wibawa dan legitimasi kekuasaan seperti itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Ini jelas adalah tamparan yang terlampau keras bagi seorang pemimpin. Pun, daripada mundur karena dipaksa, masih lebih baik SBY mundur sebagai seorang negarawan; dengan sadar mengakui diri gagal mengemban amanah. Dan dengan mengakui kegagalan serta mundur, penulis yakin SBY pasti mendapat hormat. SBY, buang “handuk saja deh”. Salam KoDe!



Jangan Lupa Jempolnya :


Berikan Tanggapan Anda .....

0 Respones to "Inpres Gayus Taruhan Kredibilitas SBY"

Post a Comment

 

Dibutuhkan Bulan ini :

Paling Dibutuhkan :

Dibutuhkan Minggu Ini

© 2011 Bangunlah negeriku PublisedSeo Template Blogger Converted Template by Hack Tutors.info