Waspada, Bom Rumah Ibadah: Adu Domba Lewat Isu Agama!



Oleh : Harja Saputra

...because life is how to communicate.. "Katakan yang sebenarnya, meskipun tidak semua hal harus dikatakan".. Website: http://www.harjasaputra.com

Bom bunuh diri terjadi lagi. Kali ini terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Minggu pukul 10.55 WIB.  Hal ini bisa diinterpretasikan dengan berbagai macam: isu politis, isu budaya, bahkan bisa melebar ke isu SARA, isu agama. Hal ini terbukti dari beberapa komentar dari pembaca yang mengomentari berita tersebut. Di Kompas.com misalnya itu sudah terlihat. Ada sebuah akun, yang mengomentari dengan komentar yang sama, pada semua berita yang terkait dengan bos Solo tersebut, yang menjurus ke isu SARA. Bahkan yang membalas komentarnya pun jadi ikut terpancing.
Silahkan tengok ke berita di Kompas.com di http://regional.kompas.com/read/2011/09/25/13172342/Polisi.Kami.Duga.Kuat.Bom.Diri
atau: http://nasional.kompas.com/read/2011/09/25/13105214/PPP.Kutuk.Bom.Bunuh.Diri.Solo
Dan berita-berita lain yang memberitakan bom Solo siang ini sudah panas, saling memojokkan dan membawa atas nama agama. Ini bahaya, karena jika demikian, maka tujuan dari si pelaku bos berhasil: memecah belah persatuan bangsa dengan isu agama.
Selain itu, saya menyesalkan pemberitaan yang dilakukan oleh Media Indonesia di salah satu berita onlinenya yang tidak akurat dalam memberitakan. Ini akan menyulut suasana. Media Indonesia memberitakan bahwa: “Satu orang diduga pelaku bom dinyatakan tewas usai meledakan diri di dalam Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).” Kata “di dalam” jelas bukan di luar, sementara faktanya bom bunuh diri ditujukan ke pintu gereja bukan di lakukan di dalam gereja. Karena kegiatan ibadah sudah selesai, dan bom meledak di saat jemaah sedang bubar dan hendak pulang.
Artinya, si pembom sebetulnya sedang bertarung dengan diri sendiri. Kenapa ia meledakkan setelah bubar, bukan sedang berlangsung ibadah? Kenapa ke pintu bukan ke kerumunan orang? Karena si pelaku tahu bahwa korban akan sangat banyak yang meninggal jika ia melakukan demikian. Motifnya bukan murni kebencian terhadap simbol-simbol agama. Pasti ada motif lain.
Untuk menelusuri motif dari si pembom memang sangat susah, apakah motif teologis, politis ataukah motif lain. Tetapi, peristiwa ini sudah berulang kali terjadi. Bisa saja motifnya ideologis atau teologis, tetapi jika demikian, maka sesungguhnya bukan agamanya yang harus dilihat, tetapi pemahaman orang terhadap doktrin agama. Karena agama itu subtsansi, tetapi jika sudah mampir ke dalam pikiran manusia maka pemahamannya bisa menjadi beraneka macam, dan sifatnya menjadi relatif. Seperti halnya sinar matahari yang masuk ke dalam prisma maka akan keluar menjadi beragam warna. Begitu juga dengan pemahaman manusia. Ajaran agama yang dibawa melalui kabar-kabar dan riwayat orang per orang dan jaraknya sudah sangat jauh maka besar kemungkinan untuk mengalami degradasi atau malah penambahan dari sumber awalnya.
Pemahaman manusia terhadap agama harus direvisi, jangan sampai tercampur oleh “bahan-bahan kimiawi” yaitu merasa diri paling benar, yang lain salah, dan menonjolkan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Membom itu, apapun dalihnya, jelas bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lebih baik mencari persamaan antar-agama yang ada daripada mencari perbedaan yang pasti banyak perbedaan yang tidak mungkin disamakan.
Agama sifatnya membebaskan manusia dari belenggu tirani, membebaskan manusia dari kerusakan, membebaskan manusia dari kebodohan, membebaskan manusia dari berbagai halangan untuk mencapai kesempurnaannya. Jika agama mengajarkan manusia untuk saling bermusuhan maka yakinlah itu bukan dari agama tetapi dari “campuran-campuran kimiawi” yang mengatasnamakan agama. Jika agama menjadi penghalang untuk perdamaian maka jangan segan-segan untuk mengkritiknya karena agama bersifat terbuka untuk setiap penafsiran yang bersifat kebaikan bagi manusia.
Aspek politis bisa saja terjadi, Solo yang terkenal aman, dikeruhkan oleh bom bunuh diri tersebut. Hal ini bisa dirunut dari aspek politis sebagai buntut dari peristiwa 9 September, atau ditangkapnya gembong teroris Umar Patek, dan banyak aspek lain yang sangat banyak.
Hal yang paling penting bagi kita sebagai “yang waras” adalah tidak terpancing dengan isu SARA ini. Kita sudah lama berbeda dari segi agama, tetapi bisa akur. Inilah kelebihan Indonesia. Jangan sampai peristiwa ini kembali mengusik rasa persatuan masyarakat Indonesia.**[harja saputra]


Lihat Selengkapnya Beri Komentar


Menunggu Keberanian Polri Bongkar Kasus Melinda



Apa yang menarik dari kasus penggelapan dana nasabah Citibank dengan tersangka pegawainya, Inong Melindo aka Melinda Dee? Apakah ketiadaan baju tahanan yang sesuai dengan ukuran tubuhnya? Apakah jumlah dana yang ia gelapkan? Apakah aksi anggota DPR yang ramai-ramai kembalikan kartu kredit Citibank-nya? Ternyata bukan itu semua. Paling menarik dari kasus ini sesungguhnya terletak pada keberanian Polri untuk membongkar hingga akarnya.
Hipotesis di atas berdasar pada runtutan kasus yang rugikan nasabah senilai 17 miliar rupiah ini. Ada kejanggalan didalamnya, yakni ketiadaan saksi korban yang melapor atau diperiksa bila dananya digelapkan sejak Melinda ditangkap pada 24 Maret lalu hingga saat ini (Harian Kompas, 6/4). Lazimnya, bila da penggelapan dana nasabah, korban biasanya segera melapor, terutama yang dalam transaksinya berhubungan dengan tersangka. Padahal, dari 30 kliennya, satu di antaranya memunyai simpanan senilai 11 miliar rupiah. Ada apa geranggan?
Di samping itu, keberanian Polri jadi hal menarik untuk membongkar kasus ini tak bisa lepas dari kasus sebelumnya. Masih segar dalam ingatan tentang kasus Gayus Tambunan. Polisi sebagai penyelidik dan penyidik kasus tersebut terkesan setengah hati membongkarnya. Polisi hanya “membongkar” skandal kecil Gayus meski masih banyak yang tersembunyi didalamnya. Aset 25 miliar dan 75 miliar rupiah tak jadi sasaran. Begitu pula dengan dua orang perwira menengah Polri yang diduga terlibat. Mereka hanya dikenai sanksi disiplin.
Dua item paparan di atas bisa jadi rujukan m engappa keberanian Polri dalam membongkar kasus ini jadi rujukan. Tentunya masih banyak rujukan lainnya terkait kasus yang tak jelas rimbanya ketika ditangani Polri. ICW setahun lalu menyebut, ada 20 kasus dugaan korupsi yang ditangani Polri tak diketahui nasibnya. Apakah sudah selesai atau dipeti-eskan? Inilah yang jadi teka-teki utama mengapa hal tersebut layak jadi tantangan dalam penuntasan kasus penggelapan dana nasabah Citibank ini. Pastinya, tanpa harus mengenyampingkan persoalan lainnya dalam kasus ini.

Sumber: wartakota.co.id
Sumber: wartakota.co.id
Membongkar kasus ini lebih dalam memunyai arti, Polri mengembangkan penyidikannya. Apakah ada unsur kejahatan lain didalamnya, misal: pencucian uang. Ketiadaan saksi korban yang melapor atau diperiksa hingga saat ini sejak penangkapan Melinda bisa jadi petunjuk kecil menuju ke sana. Petunjuk ini perlu diselami lebih dalam lagi. Banyak pihak yang berkompeten juga menyatakan perlu untuk memperluas penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Tak cukup bila hanya sekedar menetapkan sebagai kasus penggelapan dana saja bila pendalaman tidak dilakukan.
Ya, kita tunggu saja aksi Polri sebagaiamana ketika kita melihat Densus 88 beraksi memberantas terorisme.

Arief Setiawan

pecinta kegilaan


Lihat Selengkapnya Beri Komentar


Puisi Untuk Para Pemimpin Bangsa Di Negeri Kaya Raya Yang Penduduknya Kelaparan



http://i.poskota.co.id/uploads/2010/05/PEMERINTAH.jpg
350 tahun Belanda menjajah Indonesia
Negeri ini masih kaya raya
Setelah lepas dari segala penjajahan asing
Para pemimpin sendiri yang menjajah rakyatnya
Lewat industri lewat bisnis lewat segala kebijakan
Membuat rakyat negeri ini dimiskinkan
Indonesia adalah sumber mataair
Dalam situasi normal kenapa ada orang haus dipinggirnya?
Alam yang berlimpah-limpah
Apa saja subur
Cacing pun gemuk makmur
Semua itu tinggal menunggu waktu
Para pemimpin bangsa apa tak mau tahu?
Ulah segelintir manusia serakah
Membuat binatang pun dibuat miskin
Kehilangan habitatnya
Sekitar 29.9 juta rakyat Indonesia
Data FAO 2010
Dalam kondisi kelaparan
6 kali lipat penduduk Singapura
Dimana mereka para pemimpin negeri ini?
13011567531565460524Foto : Tante Paku.
Memerangi kemiskinan hanya slogan
Lembaga dan instansi yang mengurusinya
Sibuk berbagi jatah sendiri
Mereka pun berperan memiskinkan rakyatnya
Banyak teori untuk menjadi formula
Mengangkat harkat orang-orang miskin hina
Kenyataanya mereka tetap sengsara
Buktinya ada di sekitar kita
Hai para pemimpin bangsa
Jawabmu hanya kompleks dan makro
Namun tetap sibuk mementingkan kelompoknya
Mementingkan diri sendiri
Mengedepankan keserakahan
Menyimpan pikiran busuk
Hidup memelihara yang jahat
Hai para pemimpin bangsa
Rakyatmu banyak yang kelaparan
Berharap ada kebenaran
Yang didapat hanya pembenaranmu saja
Tunggu
Negeri ini rentan kekacauan
Karena banyak yang menyimpan kebencian
Banyak yang menggenggam ketidakpuasan
Perselisihan akan menjadi pemicu
Para pemimpin yang tamak
Membiarkan banyak rakyat kelaparaan
Kemakmuran menjadi sulit
Kestabilan menjadi tidak mungkin
Iri hati
Cemburu
Dendam
Di tengah lapar yang menakutkan
Adakah hari cerah yang didambakan?
Ya Allah Ya Tuhanku
Engkau tidak memandang manusia dalam statusnya
Engkau tidak memandang prestasi atau kekurangan kita
Engkau menilai dengan hikmat
Ya Allah Ya Tuhanku
Adakah pemimpin bangsaku yang memiliki hikmat-Mu?
Kami rakyat kecil hanya berharap tenteram dan damai
Menyambut cerahnya pagi dengan lapar yang tak tertunda lagi.
8.3.11
http://kaferemaja.files.wordpress.com/2008/12/09miskin20rahil_pikiranrakyat.gif?w=250&h=281
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT6k9znvGXK3WvzmjMfzT0SsgLl6C_Q970lV_5rTP_i3mL3xEVw
http://infoindonesia.files.wordpress.com/2008/03/busung_nova_maulana_05.jpg
Illustrasi : poskota.co.id, Koleksi Tante Paku, kaferemaja.wordpress.com, archive.kaskus.us, infoindonesia.wordpress.com

Tante Paku

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....



Lihat Selengkapnya Beri Komentar


Yang harus “diributkan” dari Seorang Gus Dur



12982759951971978180
Makam Gus Dur ambles. Kain kafan pembungkus mayat almarhum yang telah berusia setahun lebih yang harusnya rusak dimakan tanah tapi terlihat masih baru itupun lalu diributkan. Ada yang bilang fenomena ini sebagai tanda kewalian Gus Dur. Media cetak dan online hampir semua memberitakannya. Para pemuja Gus Dur semakin bertambah-tambah kefanatikannya. Kaum santri menyebutnya khawariqul’adah - sesuatu yang berada di luar nalar.
Baiklah, anggap saja ini memang bukti kewalian Gus Dur. Tapi khawariqul’adah bukanlah sesuatu yang gratis yang datang begitu saja dari langit. Khawariqul’adah atau yang umum disebut sebagai “keramat,” adalah buah dari kesungguhan seorang hamba dalam menjalankan fitrahnya sebagai manusia dengan segenap amanah yang diberikan padanya. Dalam hal Gus Dur, ia mewujud dalam pribadi yang terbuka, menghargai perbedaan - baik perbedaan pendapat, pemikiran, bahkan keyakinan - dan kebaikan-kebaikan lain yang telah ia (almarhum) tunjukkan dengan istiqamah (konsisten) sepanjang hidupnya. Jadi, kalaupun harus diributkan, yang harusnya diributkan - kemudian diteladani - adalah sikap istiqamah Gus Dur dalam memperjuangkan keyakinannya tersebut.
Sebagaimana pepatah tasawwuf : “Al istiqamah khairun min alfi karamah.” Sikap konsisten dalam kebaikan lebih utama dari seribu keramat!
FAHMI FAQIH

Fahmi Faqih

kompasianer


Lihat Selengkapnya Beri Komentar


Bisakah Anda Berbicara dengan Bahasa Daerah Anda? Yakin?





129825674690231692
illustrasi
‘Ngaku orang Batak tapi tak tahu bahasanya’
Ini adalah sebuah pernyataan singkat dari seorang penatua di gereja kami beberapa bulan yang lalu kepada salah seorang rekan saya yang bermarga Nainggolan yang hadir kembali dalam ingatanku kemarin.
Sudah sewajarnya memang setiap orang yang memiliki ikatan dengan adat dan istiadat sebuah suku harus mengetahui bahasa daerah suku tersebut. Contohnya saja ada orang kita jawa, pastinya ia sedikit banyak akan mengenal adat dan budaya yang ia pegang bukan hanya itu ia juga harus mengetahui bahasa daerahnya sendiri dalam hal ini seumpama adalah bahasa jawa.
Logikanya memang seperti itu bukan?? Menurut saya orang yang tahu bahasa daerahnya sendiri sudah sedikit menghormati budaya yang ia pegang serta sudah berusaha untuk menjaga serta melestarikan keutuhan budayanya. Nah bagaimana kalau tidak? Yah tentunya suatu hal yang bisa dibilang agak rancu dan kurang baiklah.
Nah inilah yang mungkin mendasari pernyataan bapak yang kebetulan bermarga Simatupang kepada teman saya itu perihal ketidak bisaan teman saya dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah.
Berkaca pada permasalahan (apakah itu masalah?, kita anggap saja ia) teman saya tadi yang notabenenya orang batak tapi tak tahu bahasa batak tentunya disebabkan oleh beberapa hal. Tapi sebelumnya malu-kah kita bila seperti itu??
Menurut ceritanya ayah dan ibunya memang orang batak toba dan memang bisa menggunakan bahasa daerahnya dengan baik. Lantas kenapa sang anak tak bisa??
Tak jarang orang pergi dari daerahnya sendiri menuju daerah orang lain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik ataupun hanya sekedar mencari pengalaman tambahan, merantau. Tak disangka dan diduga, ditempat baru itupulalah terkadang kita membangun sebuah hubungan yang akhirnya berujung menjadi yang disebut dengan rumah tangga atau keluarga. Anak-anakpun tumbuh dan berkembang di tanah yang baru itu dan mereka (anak-anak) justru malah cenderung untuk mengikuti sosialisasi dengan daerah tersebut dan sedikit mengesampingkan budaya aslinya (budaya yang dibawa oleh orang tuanya).
Jadi bisa ditebak sebagai sebuah jawaban, mengapa seseorang tak bisa menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Padahal bahasa daerah itu adalah sebagai identitas kita. Benar, memang karena pergaulan kita dengan orang lain (contohnya yang bukan se suku dengan kita dan juga daerah sosialisasinya tak tepat) bisa membuat seseorang tak bisa berekplorasi dalam mengenal serta memahami budaya dan bahasa daerahanya sendiri. Contohnya saja teman saya itu, ia lahir di Lampung dan bersekolah di sana. Kebanyakan teman-temanya pastinya adalah orang lampung, nah jadi untuk bisa berhubungan dengan mereka (temanya orang lampung tadi) tak ada pilihan lain kecuali menggunakan bahasa indonesia sementara bahasa daerahnya sendiri dalam hal ini batak sama sekali tak digubris, nggak mungkinkan dia mengenal bahasa daerahnya (batak) dari orang lain yang bukan orang batak.
Berdasarkan cerita teman saya itu juga bahwa memang dirumahpun kedua orang tuanya cenderung menggunakan bahasa indonesia untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain. Komunikasi dengan bahasa daerah hanya digunakan oleh sang ayah dan ibu saja. Nah hal ini pulah yang menurut saya yang memperburuk keadaan, bagaimana mungkin sang anak tahu bahasa daerahnya bila orang tuanya saja tak mengajarinya. Bukan bermaksud tuk menyalahkan orang tuanya. Diperparah lagi karena mungkin tingkat keingin tahuan si anak untuk mengenal bahasa daerhnya juga agak sedikit minim. Karena tak jarang anak-anak sekarang banyak yang beranggapan bahwa bahasa daerah itu kampungan.
Apa jadinya bila kita tak mengenal bahasa daerah kita??
Ilustrasi diatas hanya satu contoh saja. Kita semua pasti sudah tahu akibatnya. Bukankah kita terkenal dengan keanekaragaman ini. Beraneka ragam budaya, beraneka ragam bahasa daaerah juga. Nah bila kita tak bisa mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari contohnya dengan menggunakan bahasa daerah, nah bagaimana mungkin kita bisa menjaganyaa dan mewariskanya kelak pada anak dan cucu kita…siapa lagi kalau bukan kita yang menjaga kepunyaan kita sendiri. Orang lain pasti tak akan peduli. Bila kita juga tak peduli maka tinggal kenaganlah kebuadayaan dan bahasa daerah kita itu yang terkenal beragam itu.
Sebelum itu terjadi, marilah kita menanamkan betapa pentingnya bahasa daerah pada generasi muda kita, anak-anak kita. Bukan berarti karena jaman sudah semakin modern kita lupa pada bahasa ibu kita, bahasa yang telah membesarkan kita. Dengan begitu apa yang diwariskan oleh nenek moyang kita pada kita (budaya) kita bisa wariskan juga pada anak-anak kita tanpa hilang sedikitpun.
no cultural extinction…
Salam sayang,
sumber gambar

Mejuah Juah

.gogetitton..


Lihat Selengkapnya Beri Komentar


 

Dibutuhkan Bulan ini :

Paling Dibutuhkan :

Dibutuhkan Minggu Ini

© 2011 Bangunlah negeriku PublisedSeo Template Blogger Converted Template by Hack Tutors.info